Story of Me
BAB 1
ME AND MYSELF
“Kringg... kring...” suara nyaring
dari jam beckerku
menandakan pukul 4
pagi, mengharuskanku untuk bangun di hari
senin yang menyebalkan ini. Ya
menyebalkan sekali, aku dituntut untuk bangun pagi setiap
harinya di sini, tak terkecuali
hari minggu. Aku heran
mengapa Mom selalu menyuruhku untuk membiasakan bangun pada pukul 4
tepat, padahal jam masuk
sekolahku masih 3
jam lagi dan aku
hanya memerlukan waktu satu
setengah jam untuk bersiap – siap.
“Luna...
cepat matikan jam beckermu
dan mandilah, aku tidak mengharapkan kau bermalas
– malasan di hari
ini.” Mom selalu
mengatakan hal itu
setiap pagi.
“ Ya Mom,
segera...“ ucapku dari
lantai dua rumah kami.
Akupun segera menyambar
handuk yang tergantung di daun
pintu dan berlari kecil ke kamar mandi.
Sejak kecil
aku hidup bersama Mom, Ny. Grovind. Ayahku meninggalkan
kami saat aku berusia
kurang lebih 4
tahun, tapi aku masih
mengingat semuanya, mulai dari
tangisan Mom dan
bentakan keras ayahku kepadanya. Entah mangapa aku tak
pernah melupakan kejadian itu, Ayahku
meninggalkan kami karena wanita lain
yang kupikir tidak lebih
cantik dari Mom. Itu sebabnya sampai saat ini aku
tidak pernah ingin
mengetahui keberadaan Tn. Franklin Winston yang kusebut
ayah itu.
Aku sangat
menyukai Mom, bagiku dia adalah wanita
terhebat yang pernah
ku temui. Walaupun dia tegas terhadapku, tapi aku tau
dia sangat menyayangiku. Aku belajar
banyak pada Mom, mulai dari
belajar mandiri, disiplin, dan tetap tegar menjalani hidup yang menurutku
memang tidaklah mudah bagi orang kecil seperti kami.
Usai
mandi, aku segera mengenakan seragam SMAku dan menyisir
rapi tiap helai
rambut pirang panjangku.
Kulit wajahku yang sudah cukup putih
ku lapisi dengan bedak
tipis dan ku olesi lip ice pink di bibirku,
cukup natural kurasa. Kutatap pantulan diriku di
cermin oval yang tergantung di dinding
kamar, badan ramping dengan rambut
pirang panjang terurai, mata bulat biru dan kulit putih berbintik
merah di pipiku.
Aku
baru menyadari bahwa aku
sangat mirip dengan
Mom.
Jam
menunjukan pukul 5
pagi saat aku dan
Mom sarapan bersama di meja
makan rumah kami.
Hari ini Mom
membuat salad berisi
beberapa sayur dan
buah seperti brokoli, tomat, bawang bombay,
apel, pear, dan anggur
merah kesukaanku. Aku menyantapnya
dengan lahap ditemani roti kering yang sengaja
Mom beli dari toko roti yang letaknya
tidak jauh dari
tempat tinggal kami.
“Hari ini kau
harus pulang tepat
waktu Luna, kita ada pesanan
catering dan kau
harus membantuku untuk mengantarnya, apa kau
tidak keberatan?” tanya Mom setelah aku selesai menghabiskan makanan di piringku.
“Tentu, aku akan pulang tepat waktu hari
ini.”
jawabku.
“Baguslah...”
ucap Mom dengan
seulas senyum di bibirnya.
”Kau mau tambah lagi saladmu?, aku membuat banyak hari
ini.”
“Ku rasa tidak Mom,
aku sudah cukup
kenyang, aku akan berangkat sekolah sekarang.”
“Hmm.. baiklah,
selamat jalan sayang.”
***
Sekolahku bernama SMA Grandeva,
salah satu SMA negeri
terpopuler di kota
Jakarta. Ya, kau
tau sekolahku ini memang sudah terkenal dengan berbagai prestasinya mulai dari akademik sampai non
akademik. Penghuninyapun adalah anak
– anak dari kalangan menengah keatas. Aku sangat
beruntung dapat bersekolah di SMA ini, dan tentu saja tak semudah itu dapat masuk kesini. Aku mendapatkan
beasiswa yang kupikir sangat langka bagi
orang tertutup sepertiku.
Aku berjalan melewati tiap - tiap koridor kelas sekolah menuju ruang
musik. Hari ini memang
ada pelajaran musik di
jam pertama. Aku sangat menyukai musik, hampir seluruh alat musik dapat kumainkan. Bagiku,
musik adalah udara yang akan selalu kubutuhkan untuk ku hirup setiap harinya,
karena musik juga aku bisa berada
di sekolah sebaik
ini.
“Hai Luna, kau sudah mendengar kabar baru pagi
ini?” ucap Bella
ketika kami sedang
duduk bersama di ruang musik.
“Mm.. kurasa aku ketinggalan gosip lagi, kau
tau kan aku
tidak pandai mencari tau tentang apapun atau
siapapun” jawabku dengan nada
yang kupikir terlalu sinis padanya.
“Oh.. mm.. baiklah, aku hanya
ingin memberitahumu bahwa Kevin sudah sembuh dari cideranya, bukankah itu hebat cantik ? sudah
beberapa bulan ini
dia tak bersekolah
karena keretakan tulang kakinya
itu, dan kudengar lusa nanti dia akan mulai
bersekolah seperti
biasa lagi.”
Entah
mengapa pipiku serasa terbakar saat aku mendengar nama itu. Kevin Pranatama, orang yang
sangat tidak asing
untukku, lelaki yang sudah
kusukai sejak SMP dan
kini dia sembuh
dari cederanya sewaktu pertandingan bola melawan
SMA Altavia.
“Ha... sudah kuduga
pipimu akan memerah
mendengar kabar ini, kau sungguh tak pandai menyembunyikan perasaanmu.” Ucap Bella sambil mengedipkan salah satu
bola mata coklatnya
kepadaku, pipiku semakin merah saja dibuatnya.
***
Jam istirahatpun tiba, aku dan
Bella pergi ke kantin
untuk menyantap beberapa makanan super lezat
disana. Oh ya, Bella adalah sahabatku
dari SMP. Aku sangat
mengenalnya begiitupun sebaliknya. Sabella Patricia adalah anak
tunggal dari salah satu pengusaha tersuskses di kota
Jakarta. Tapi meskipun dia orang berada,
dia selalu rendah hati dan tidak
pernah pilih –
pilih teman, itu sebabnya aku sangat menyukai gadis putih berambut hitam legam
ini. Mata sipitnya
sangat cocok dengan
wajahnya yang tirus
dan hidungnya yang mancung,
orang yang baru pertama
melihatnyapun pasti sudah dapat
menebak bahwa Bella adalah keturunan Chinese. Ayah Bella memang
seorang Tiong Hoa yang menikah
dengan wanita asal Indonesia yaitu ibu Bella sendiri.
“Silahkan
nikmati makanan kalian nona - nona.” Ucap
Bibi Deysi, salah satu pegawai di SMA Grandeva yang mengurusi bagian kantin.
“Terimakasih bi hmm..
baunya enak sekali, aku jadi
tidak sabar ingin menghabiskan
makanan ini.” ucap
Bella saat kami mengambil nampan yang
berisi macam –
macam makanan.
Kami duduk di meja
kantin bagian belakang,
meja yang jarang
sekali diduduki murid –
murid SMA ini.
“Kau tau, kenapa meja ini jarang
ditempati?” tanya Bella kepadaku yang ku
balas dengan gelengan
kepala.
“Karena kudengar banyak orang
yang mengalami kejadian supranatural setelah menempati meja ini.” Ucapnya
lagi.
“Dan kau
mempercayainya?” tanyaku padanya.
“Kurasa tidak, tapi banyak sekali bukti yang beredar,
kau tau Dona?
dia pernah menempati meja ini dan
beberapa jam setelahnya
saat dia memasuki
toilet sekolah, dia melihat seorang pria tanpa kepala
mengenakan seragam SMA kita
di dekat westafel kamar mandi.” balas Bella
sambil memakan spagetti di nampannya, cerita itu
membuatku agak bergidik.
“Ayolah Bella, Dona kan
wanita yang selalu mengada - ngada,
lagi pula semua
meja penuh dan
kita tak mungkin
makan tanpa kursi
dan meja.” ucapku sekenanya.
Perkataan Bella terbukti saat semua orang
dikantin tersebut menatap kami dengan tatapan
seperti orang kasihan. Aku tak
tau kenapa karena yang kulihat
memang seperti itu.
Jam istirahat
berakhir, aku dan
Bella harus berpisah
karena kami berbeda
jadwal di jam ini. Aku menyusuri koridor sekolah menuju ruang
kelas, hari ini ada
pelajaran matematika, pelajaran yang sama
sekali tidak ku minati.
***
Jam
menunjukan pukul 1
tepat, mengharuskanku pulang untuk menepati
janjiku membantu mom mengurusi
cateringnya.
“Hai Luna,
bagaimana dengan sekolahmu?” tanya Mom
saat aku baru saja menginjakan kakiku dilantai rumah kami.
“Yaaa.. seperti biasa, tidak ada yang menarik
kurasa.”
“Hmm... sepertinya Kevin belum kembali
ke sekolah, aku ingat saat terakhir
kali kau sangat bersemangat sekolah. Saat itu
Kevin selalu menjemputmu
kan” perkataan Mom membuat
pipiku memerah
‘lagi’.
“Apah ? ah.. tidak, aku hanya mm... sudahlah, ada yang bisa kubantu untukmu Mom?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“Kau bisa menolongku mengantarkan pesanan catering ini? ini
alamatnya” ucap Mom
sambil menyondorkan secarik kertas bertuliskan alamat rumah.
Aku membaca
alamat rumah itu,
alamat rumah yang hampir tidak pernah
aku datangi karena merupakan daerah terpencil. Akupun bergegas
menuju mobil sambil
membawa bebrapa box catering
dibantu Mom.
“Mmm.. banyak sekali,
untuk acara apa?.”
“Entahlah, tapi sepertinya
ada acara cukup besar disana, cepatlah Luna nanti kau terlambat”.
“Oh ya, aku
pergi Mom”.
***
“Hey lihat itu Kevin...“
Eh ya Kevin..
aaah dia benar
- benar tampan
walaupun baru sembuh
dari cidera, lihat rambut barunya menarik sekali.” hampir seluruh wanita di sekolah
memanggil nama Kevin.
Kevin
berjalan dipinggir lapangan sekolah, rambut pirang indahnya sangat cocok dengan bola mata birunya yang menyilaukan,
pria tinggi berkulit
putih itu membuat seluruh mata wanita
menatap takjub kearahnya.
Aku tidak mengerti,
kenapa dia memiliki aura yang semenakjubkan
itu. Tapi yang ku
tau, aku sudah
sangat menyukainya sejak SMP.
“Hai Luna, aku mencarimu
dari tadi..“ Kevin sudah
berdiri di depanku
saat aku tersadar dari lamunanku tentang’nya’. Oh tidak,
lagi – lagi aku memikirkannya..
“Eh, hai Kevin apa
ada hal penting
yang ingin kau
bicarakan denganku?” sial, kenapa
aku harus bertanya
dengan nada seperti itu
padanya.
“Kurasa tidak, aku hanya.. sedikit,
ahh tidak maksudku banyak, mm.. maksudku.. baiklah aku sangat merindukanmu..“ jawabnya membuat mataku membulat dan pipiku terasa panas dibuatnya. “apa kau punya
waktu malam ini
?” tanya Kevin kemudian.
“Oh, mm.. kurasa
aku punya, hari ini
aku tidak sedang
membantu Mom mengurusi
cateringnya.” Jawabku.
“Sungguh?
kau tidak akan mengantar pesanan hari ini ? “
“Sebenarnya
ada pesanan yang memang harus ku antar, tapi aku punya
alasan kenapa aku tak
ingin melakukanya, alasan kecil yang mungkin
akan sulit dipercaya.“
“ Kau tidak akan menceritakannya
padaku ? “
“Kurasa tidak Kevin, karena kupikir kau pasti tidak akan mempercayainya dan menganggapku gila.”
“ Oh.. baiklah aku tidak akan memaksamu untuk menceritakannya,
aku hanya ingin mengajakmu
ke suatu tempat,
jam 7 malam aku
akan menjemputmu, bagaimana ?”
“Baiklah,
jika tempat itu akan
membuatku merasa senang.”
Ucapku dengan senyum termanis
yang aku punya. Kamipun berjalan bersama menuju kelas
dengan beberapa pasang mata melihat kami, sudah pasti
mereka adalah para
wanita penggemar Kevin.
***
Jam menunjukan
pukul 06.30 saat
aku berdiri mematung didepan cermin kamarku. Sudah hampir
setengah jam aku
mengubrak abrik lemari dan belum menemukan
satupun baju yang
cocok untuk kencan pertamaku.
Oh tidak.. kenapa aku menganggap
ini sebuah kencan? Apa aku
terlalu berlebihan, bahkan Kevin pun
hanya bilang ingin
mengajakku ke suatu tempat dan belum
tentu dengan maksud untuk
berkencan bukan ?.
“Luna.. keluarlah, Kevin menunggumu.” Suara Mom terdengar begitu
nyaring dan memekakkan telinga. Oh Tuhan..
kenapa suasana hatiku harus seheboh
ini saat mendengar nama itu?.
Akhirnya akupun memilih
untuk memakai short dress berwarna soft pink dengan
cardigan putih pemberian mom. Aku
berdandan secepat mungkin agar tidak membuat
Kevin menunggu lama, karena
kupikir jika terlalu lama hanya
karena menungguku berdandan merupakan hal yang
konyol jika dia
pergi.
Kami sampai di sebuah restaurant yang entah di daerah apa,
restaurant ini bernuansa elegan dengan lilin dan
mawar disepanjang jalan yang
pengunjung lalui. Disetiap sudut restaurant
terdapat air mancur
dengan patung seorang
wanita yang sedang memainkan
alat musik yang berbeda dari patung ke
patung. Ada yang memainkan
flute, biola, dan beberapa
alat musik harmonis
lainya. Entah kenapa
aku merasa seperti ada yang
memanggilku diantara patung –
patung itu. Aku melirik
ke ujung kiri
restaurant, tepat kearah
patung seorang wanita yang sedang
memainkan sebuah flute.
Aku mendongak tak percaya,
patung itu seperti
melihat kearahku dengan sorot
mata yang tak asing
bagiku. Mata dengan kesedihan
yang teramat dalam.
“Luna, kamu kenapa?” Kevin yang
sedari tadi berjalan disebelah mulai menyadari keresahanku.
“Oh.. tidak aku hanya..
gugup, eh Kevin
kenapa kamu membawaku
kesini ?”
“Ini adalah
restaurant baru milik
ayahku , kupikir kau menyukai mawar, jadi aku membawamu
kemari, apa kau
tidak menyukai tempatnya
Luna?, kita bisa pindah tempat selagi belum memesan.”
“ Ah tidak, aku justru
sangat
menyukainya, ayahmu memang
sangat hebat dalam
menciptakan arsitektur yang
indah Kevin “ ucapku dengan
seulas senyum untuk
menutupi rasa takutku.
“Oh syukurlah kalau kau menyukainya,
ayo meja kita ada disebelah sana.”
Aku dan Kevin
berjalan kearah meja yang berada tak jauh dari patung wanita
itu. Aku sangat
ketakutan untuk duduk
disana, tapi aku tidak ingin
mengecewakan Kevin. Pada akhirnya kamipun duduk bersama di meja
itu.
Kevin membuka – buka buku menu untuk memesan, dan aku?
entah bagaimana wajahku saat ini. Aku merasa sangat depresi namun berusaha untuk selalu tersenyum ke arah Kevin, ini benar –
benar
membuatku gila karna kau tau?
Aku sungguh tak pandai menyembunyikan perasaanku.
“ Kau tau Luna,
aku sangat senang bisa
menghabiskan waktu berdua denganmu
disini, bahkan aku sudah
ingin mengajakmu dari saat kita
SMP dulu.”
Ucapan Kevin perlahan melunturkan semua keresahanku saat ini.
Oh Tuhan.. apakah itu
benar? Kevin sudah ingin
mengajaku sedari smp?.
“Jadi...
apa yang akan kita pesan kali
ini? kau menyukai
meat
roll’s, spaghetti,
atau chicken steak?”
“ Kurasa..
aku akan memesan apa yang akan kau
pesan
Kevin.”
“ Baiklah..
biar kupesan 2 meat roll’s dan
2 gelas blue coral “ ucap Kevin
pada seorang customer
yang sedari tadi sudah berdiri dimeja kami.
Aku bahkan tidak
menyadari kedatangan customer
tersebut, dia sudah
berdiri dihadapan kami, tapi kevin menyadarinya.
“Tolong..,
kumohon tolong aku.”
Suara parau seorang wanita terdengar jelas di telingaku. Membuat bulu kudukku
berdiri karenanya. Kucoba acuhkan
suara wanita itu dan
meyakinkan diriku bahwa semua yang kudengar adalah salah.
“ Luna..
kau mungkin merasa bingung atas ajakan
kencanku malam ini,
aku hanya ingin mengatakan sesuatu yang ingin
kukatakan sejak dulu,
saat pertama kali aku mengenalmu.”
Jantungku
berdegup kencang, tapi aku mencoba tenang dengan ekspresi wajah rileksku.
“ Aku.. menyukaimu, sangat menyukaimu Luna.. aku ingin
kita bisa lebih dari
sekedar teman atau sahabat. Aku tau
aku begitu bodoh
sampai baru mengatakan
hal
ini padamu, bartahun
- tahun aku menyembunyikannya
dan itu sangat
membuatku tak nyaman,
begitu menyakitkan bila melihatmu
bersama pria lain dan aku
tak bisa apa – apa, sungguh itu sangat menggangguku.”
Kevin berkata
dengan sorot mata serius kepadaku, aku tak
pernah melihatnya memandangku seserius ini, tapi sungguh ini sangat membuatku nyaman entah
kenapa. Aku tak
bisa berkata apapun lagi,
bahkan aku tak
mengghiraukan lagi suara aneh yang
ku dengar saat ini. Kevin..
aku juga menyukaimu.
***
Senin pagi disekolah, aku dan
seluruh siswa mengikuti
upacara pengibaran bendera dengan tertib dan khidmat.
Hari ini hatiku
merasa
sangat bahagia tentunya, aku sudah resmi berpacaran
dengan Kevin. Sejak tadi
malam sampai sekarang aku tak
bisa melupakan bagaimana dia menggenggam tanganku, memberiku bunga
dan menanyakan apa
aku mau menjadi
pacarnya. Tentu saja aku mengatakan
hal yang sangat ingin ku
katakan, aku mau..
“Hai Luna..,
tidurmu nyenyak ?” Kevin berdiri berbaris disampingku.
“Ya.. bagaimana
denganmu ?”
“Tak perlu
ditanya, tentu saja
aku tak bisa
tidur semalaman, bagaimana
mungkin kamu bisa
terus masuk kedalam
pikiranku setiap saat Luna.”
Pernyataan Kevin membuatku
sulit bernafas menahan gembira yang
pada akhirnya membuat
pipiku memerah, benar
- benar sulit
diajak kompromi.
Entah kenapa
saat itu aku
merasakan ada tatapan
mata yang mengawasi
kami dari kejauhan,
aku tak begitu
tau tapi kupikir
aku memang tidak
sedang berhalusinasi.
Upacara
selesai, aku dan
Kevin berjalan bersama
menuju kelas biologi.
Kebetulan kami memiliki
jadwal yang sama dikelas
tersebut.
“kau baik
- baik saja Luna
? sepertinya kamu
kurang sehat hari
ini, mau kuantar
ke ruang uks ?”
“ngga Kevin,
aku baik - baik
sajah, mungkin sedikit
kelelahan.”
“oke.. aku
akan menemanimu sepanjang
jam pelajaran, aku
tidak akan memaafkan
diriku sendiri jika
terjadi sesuatu padamu,
sungguh.”
“Kevin.. kamu
terlalu berlebihan, aku
akan baik -
baik saja, aku
hanya.. entah kenapa
sering merasakan keganjilan
akhir - akhir
ini..”
“jangan rahasiakan
apapun dariku Luna,
jangan anggap aku
seperti orang asing”
suara Kevin terdengar
tegas namun penuh
kekhawatiran
“Kevin aku
hanya ketakutan, aku
selalu merasakan ada
tatapan atau bahkan
suara yang selalu
menggangguku, mengikutiku, aku
tak pernah menceritakannya karena
aku pikir kamu
takkan percaya.”
Kevin menghembuskan
nafas tanda ia
sedang menenangkan keresahannya.
“aku akan
selalu mempercayaimu Luna,
kalau saja kau
bilang dari awal,
mungkin dari sejak
itu aku akan
berusaha membantumu.” Ucap
Kevin dengan nada
lembut yang selalu
membuatku merasa hangat.
Kevin
memang sosok pria
yang romantis walaupun
terkadang dingin, tapi
dia selalu berusaha
menjadi pria yang
ku inginkan, dan
aku tau bahwa
itu tidaklah mudah
untuknya, mengingat betapa
cuek dan dinginnya ia kepada
setiap wanita yang
pernah dipacarinya, termasuk
temanku Elsa. Tapi
aku sangat menghargai
semua perjuangannya untuku,
walau terkadang dia
selalu lebih banyak
menghabiskan waktu bersama
teman – temannya
dari pada aku.
Waktu
menunjukkan pukul 14.30,
itu artinya seluruh
siswa SMA Grandeva
menyegerakan pulang untuk
melepas penat akibat
banyaknya materi yang
mereka harus pelajari
di sekolah pada
hari itu. Dan
akupun, tentu saja
pulang diantar Kevin
dengan honda jazz
hitam kesayangannya. Kami
menyusuri jalan dengan
santainya, entah kenapa
akhir - akhir
ini aku senang sekali
bersandar dibahunya saat
Kevin menyetir, bahkan
tidak jarang aku
tertidur dipundaknya sampai
akhirnya terbangun ditempat
tidurku sendiri. Begitulah
Kevin, selalu bersikap
manis kepadaku, dia
lebih memilih menggendongku
ke kamar daripada
harus membangunkanku saat
kami sampai dirumah.
“bisa kita
mampir dulu kesuatu
tempat sebelum pulang?
Aku sudah lama
sekali ingin mengunjungi
tempat itu bersamamu”
ucap Kevin saat
mobil berhenti dilampu
merah.
“ mm.. boleh saja, tapi jangan terlalu lama yah, aku masih harus membantu mom mengurus cateringnya."
“ tenanglah
nona, kupastikan kau
pulang tepat waktu.” Ucap
Kevin sambil mengelus
rambut pirangku.
Mobil
menyusuri jalan raya
dengan kecepatan 40km/jam,
semakin lama jalan
tersebut semakin sepi
kulihat, terbukti dari
semakin sedikitnya pengguna
kendaraan bermotor yang
berlalu lalang. Kevinpun memarkir
mobilnya dihalaman sebuah
bangunan gedung mewah
dengan kurang lebih tujuh lantai kurasa.
Bangunan tersebut bernuansa
minimalis dengan halaman
yang terpapar luas
dan taman mawar di
pinggiran gedung tersebut. aku terkesima melihat indahnya air mancur ditiap sudut halaman gedung, puluhan ikan koi berenang kesana kemari memenuhi isi kolam air mancur tersebut.
"Kamu menyukai ikan koi ?" ucap seorang perempuan yang baru ku sadari sudah berdiri tepat di belakangku dengan senyum manisnya yang indah. perempuan itu berbadan kurus tinggi dengan rambut pirang indah dan mata biru laut yang menyala, jika ku perhatikan dengan seksama, dia terlihat seperti.. aku?. hanya saja umurnya jauh lebih tua , mungkin sekitar 40an. aku hanya menatap perempuan setengah baya itu dengan tatapan heran sekaligus takjub.
"Kevin sangat menyukai ikan koi dari kecil, jadi aku dan ayahnya membuat kolam air mancur berisi ikan koi disetiap sudut halaman perusahaan kami. hhm.. kau tak tau betapa girangnya Kevin kecil saat pertama kali berkunjung ke perusaahn ini." Ucapnya kemudian yang langsung saja dapat ku ketahui, dia adalah ibunya Kevin.
"Kamu menyukai ikan koi ?" ucap seorang perempuan yang baru ku sadari sudah berdiri tepat di belakangku dengan senyum manisnya yang indah. perempuan itu berbadan kurus tinggi dengan rambut pirang indah dan mata biru laut yang menyala, jika ku perhatikan dengan seksama, dia terlihat seperti.. aku?. hanya saja umurnya jauh lebih tua , mungkin sekitar 40an. aku hanya menatap perempuan setengah baya itu dengan tatapan heran sekaligus takjub.
"Kevin sangat menyukai ikan koi dari kecil, jadi aku dan ayahnya membuat kolam air mancur berisi ikan koi disetiap sudut halaman perusahaan kami. hhm.. kau tak tau betapa girangnya Kevin kecil saat pertama kali berkunjung ke perusaahn ini." Ucapnya kemudian yang langsung saja dapat ku ketahui, dia adalah ibunya Kevin.
Komentar
Posting Komentar